Akhir Dari Sebuah Cinta

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam tulisannya mengenai pernikahan menjelaskan tiga perkara yang harusnya menjadi landasan umat Islam untuk menikah sekaligus mempertahankan pernikahannya. mereka adalah ‘mawadah’; ‘rahmah’; dan ‘amanah’.

mawadah bukanlah berarti cinta yang sederhana, yang begitu mudahnya menyaru dengan nafsu dan ego manusia. mawadah, menuurut Quraish adalah suatu cinta yang begitu mendalam dan penuh keikhlasan. mawadah adalah cinta yang penuh kemaafan. dengan mawadah, seseorang bisa merelakan masa lalu dirinya dan pasangannya sehingga tidak ada perselisihan yang mengungkit-ungkit masalah yang sudah lewat. mawadah membuat seseorang memaafkan kesalahan pasangannya dan siap untuk membangun kembali kepercayaan bersama-sama. maka tanyakanlah pada dirimu: dapatkah aku memaafkannya?
apabila jawabanmu adalah ‘tidak’ maka jangan terburu-buru memutuskan untuk berpisah. masih ada dua alasan lain yang hendaknya melestarikan janji suci pernikahanmu.

rahmah adalah kasih sayang yang tidak mengharapkan balasan serupa. rahmah adalah sikap yang meyakini bahwa kasih sayang yang kita bagi kepada pasangan kita mungkin tidak direspon seperti yang kita harapkan, namun percaya bahwa Allah akan menanggapinya dengan layak. sehingga tidak ada protes: kurang apa lagi sih aku mencintaimu?
kasih sayang ini juga menjadikan seseorang berempati dan simpati kepada pasangannya. ia memahami bahwa dirinya berarti untuk pasangannya dan sebaliknya. sehingga ia berbelas kasihan kepada pasangannya yang membutuhkannya, yang akan sedih dan susah tanpanya, dan yang telah membangun impian dan cita-cita bersamanya sebagai suami istri.
maka apabila pasanganmu melakukan kesalahan,
dan kamu tidak dapat bersikap mawadah,
dapatkah kamu mengasihaninya, mengasihinya, menunjukkan sikap rahmah?
apabila jawabanmu masih lagi tidak,
maka fikirkanlah untuk menjaga amanah Allah.

akhirnya, menurut Quraish, semestinya amanahlah yang menjadi benteng terakhir dalam mempertahankan rumah tangga. amanah adalah sifat dan sikap memelihara segala yang telah dititipkan Allah kepada kita. apabila pernikahan telah dianugerahi anak, maka ia (mereka) adalah amanah bagi orangtuanya, yang harus difikirkan apabila mereka terdorong hawa nafsu untuk bercerai.
istri/suamimu juga adalah amanah yang harus dipelihara. ia telah memberikan jiwa dan raganya kepadamu. ia telah mengikhlaskan masa depannya untuk kamu ‘gerecoki’ sekaligus ia berharap kepadamu. dan karena amanah inilah ikrarmu tidak sekedar terucap untuknya, tetapi juga untuk Allah. maka sanggupkah kamu memelihara janjimu? merawat titipan-Nya dengan sebaik-baiknya? maukah kamu melakukannya?
menjawabnya dengan kata ‘tidak’; itulah yang menjadikan perceraian sebagai perkara yang paling dibenci Allah.

No comments:

Post a Comment

Masukan beripa kritik dan Saran ke arah yang membagun