Sebaliknya, meskipun suatu negara memiliki sumberdaya kelautan yang berlimpah, tetapi jika bangsa tersebut mengabaikan IPTEK dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya tersebut, tidak ada artinya. Karena kontribusi sumberdaya tersebut terhadap pembangunan bangsa dan masyarakat relatif kecil. Pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia masih banyak menghadapi berbagai kendala dan permasalahan. Kinerja pembangunan kelautan selama ini belum banyak memberikan kontribusi terhadap GDP (Gross Domestic Product) dan masih menyisakan masyarakat termiskin di negara yang memiliki potensi kelautan yang besar. Salah satu penyebab dari permasalahan ini adalah ketidak mampuan masyarakat dan bangsa Indonesia memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, dan bila ditelusuri lebih lanjut karena penguasaan IPTEK dan informasi kelautan masih sangat lemah.
Oleh karena itu, sangat tepat dan strategis jika pemerintah mulai sekarang memantapkan strategi pengembangan riset dan teknologi sumberdaya kelautan. Hal ini mengingat Eksistensi Indonesia sebagai negara Maritim dan kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia dengan luas laut 5,8 juta km2 dan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang 81.000 km, pada dasarnya menjanjikan potensi pembangunan ekonomi dari sektor kelautan yang luar biasa. Pada tanggal 11 Oktober 2003 lalu, Presiden Megawati mencanangkan Gerakan Nasional yang disebut Gerakan Pembangunan Mina Bahari, gerakan ini merupakan pemikiran yang ingin menjadikan laut sebagai sumber perekonomian bangsa dan negara yang berkesinambungan.
II. POTENSI DAN PELUANG PEMBANGUNAN KELAUTAN
Indonesia merupakan salah satu negara bahari terbesar di dunia, karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemnya yang didominasi oleh lautan telah menjadikan Indonesia sebagai Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Sumberdaya kelautan merupakan kekayaan alam yang memiliki peluang amat potensial dimanfaatkan sebagai sumberdaya yang efektif dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Sumberdaya kelautan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu (1) sumberdaya dapat pulih, (2) sumberdaya tidak dapat pulih, (3) sumber energi, dan (4) jasa-jasa lingkungan kelautan.
(1) Sumberdaya Dapat Pulih
Potensi sumberdaya dapat pulih terdiri dari sumberdaya perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan bioteknologi kelautan. Dengan luas laut 5,8 juta km2, perairan Indonesia diperkirakan memiliki potensi lestari ikan laut sebesar 6,4 juta ton pertahun. Potensi tersebut terdiri dari ikan pelagis besar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil 3,6 juta ton, ikan demersal 1,36 juta ton, ikan karang 145 ribu ton, udang peneid 94,8 ribu ton, lobster 4,8 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton (Dahuri, 2003).
Selain potensi perikanan tangkap, Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang cukup besar. Berdasarkan hitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut, potensi lahan kegiatan budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53 juta ha yang terbentang dari ujung bagian barat Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia. Komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan pada areal tersebut antara lain: ikan kakap, kerapu, tiram, kerang darah, teripang, kerang mutiara, abalone, dan rumput laut. Pada tahun 2000, kegiatan budidaya laut (marikultur) mencapai produksi sebesar 994,962 ton dengan nilai sebesar Rp 1,36 triliun berdasarkan nilai pada tingkat produsen (Statistik Budidaya Perikanan, 2001).
Indonesia juga memiliki potensi pengembangan budidaya tambak yang cukup besar. Lahan utama yang potensial bagi pengembangan budidaya tambak terletak di daerah hutan bakau. Ditjen Perikanan (1999) memperkirakan potensi lahan pengembangan tambak di Indonesia mencapai 913.000 ha, sedangkan tingkat pemanfaatannya baru mencapai 344.759 ha atau sekitar 40 persen dari total potensinya. Komoditas-komoditas potensial yang dapat dibudidayakan adalah: udang windu, udang putih, udang api-api, udang cendana, ikan bandeng, baronang, belanak, dan ikan nila. Pada tahun 2000, kegiatan budidaya tambak baru mencapai produksi sebesar 430.017 ton atau sekitar 24 persen dari potensi lahan yang tersedia, apabila setiap 1 ha lahan menghasilkan produksi 2 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 7,46 triliun (Statistik Budidaya Perikanan, 2001).
Bioteknologi kelautan dapat memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Berbagai bahan bioaktif yang terkandung dalam biota perairan laut seperti Omega-3, hormon, protein dan vitamin memiliki potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35.000 spesies biota laut memiliki potensi sebagai penghasil bahan obat-obatan, sementara yang dimanfaatkan baru 5.000
spesies. Beberapa jenis obat atau vitamin yang diekstrak dari laut misalnya, minyak dari hati ikan sebagai sumber vitamin A dan D, insulin diekstrak dari ikan paus dan tuna, sedangkan obat cacing dapat dihasilkan dari alga merah.
ketenangan di seluruh kawasan Indonesia. Selain itu perlu memperhatikan kekhasan, nilai jual dan peningkatan mutu komoditi pariwisata, sehingga dapat menarik masyarakat internasional untuk berkunjung ke Indonesia.
menggunakan jasa perhubungan laut.
- Penguasaan, pengembangan dan penerapan RISTEK yang dibutuhkan dalam
rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di
perairan Indonesia termasuk potensi dan karakteristik sumberdaya perikanan,
rehabilitasi habitat ikan yang sudah rusak. - Penguasaan dan penerapan teknologi penangkapan ikan seperti bahan dan
peralatan yang produktif dan efisien serta berwawasan lingkungan bagi
pengembangan perikanan rakyat. - Penguasaan dan pengembangan serta penerapan RISTEK budidaya laut
termasuk sea ranching, baik untuk sumberdaya ikan yang sudah dapat
dibudidayakan maupun yang belum. - Penguasaan dan pengembangan serta penerapan bioteknologi untuk budidaya,
pengelolaan lingkungan pesisir, maupun untuk pertambangan, termasuk teknik
ekstraksi bioactive substances atau marine natural product untuk industri
pangan, obat-obatan dan kosmetika. - Penguasaan dan pengembangan dan penerapan RISTEK prapanen dan
pascapanen untuk mewujudkan industri pengolahan ikan yang mampu
meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk kelautan. - Penguasaan dan pengembangan teknik dan manajemen pemasaran produk
perikanan yang lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan posisi tawar di
pasar dalam negeri dan luar negeri. - Penguasaan dan pengembangan serta penerapan teknologi eksplorasi dan
eksploitasi sumberdaya alam tidak dapat pulih (pertambangan), serta
berwawasan lingkungan. - Penguasaan dan pengembangan serta penerapan teknologi pendayagunaan
potensi sumberdaya energi non konvensional seperti OTEC, energi kinetik dari
pasang surut dan gelombang laut yang berwawasan lingkungan. - Penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi pengelolaan limbah di
kawasan pesisir dan lautan serta pengendaliannya.
IV. PENENTUAN AGENDA PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN
PENGEMBANGAN RISTEK KELAUTAN
Pembangunan sumberdaya kelautan harus didukung oleh kegaitan RISTEK (Riset dan Teknolgi) dan pengembangan kelautan. Kebijakan RISTEK hendaknya diarahkan untuk penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. RISTEK seharusnya mencakup empat bidang, yaitu bidang Ilmu Pengetahuan Dasar, bidang Ilmu Pengetahuan Terapan, Sektor Teknologi, dan bidang Teknik Produksi.
Secara konseptual RISTEK kelautan diharapkan dapat diarahkan untuk menghasilkan produk yang dapat dipasarkan (marketable) dan menguntungkan (profitable), meningkatkan produksi melalui pemanfaatan sumberdaya kelautan, baik sumberdaya dapat pulih, sumberdaya tidak dapat pulih maupun jasa-jasa kelautan untuk menunjang pembangunan ekonomi, meningkatkan pengkajian potensi sumberdaya kelautan, khususnya sumberdaya kelautan yang belum termanfaatkan secara optimal.
Dalam konteks pengembangan RISTEK kelautan untuk pengembangan masyarakat pesisir, sebagai salah satu tujuan dari pembangunan nasional, maka ada dua prasyarat utama yang harus dipenuhi, yaitu,peftaina, jenis RISTEK apapun yang hendak dikembangkan, hendaklah yang berwawasan lingkungan. Prasyarat ini penting sehubungan dengan era globalisasi dan perdagangan bebas (AFTA, APEC, dan WTO), dimana setiap jenis produk kelautan yang dihasilkan harus memiliki daya saing yang tinggi baik pada pasar dalam negeri maupun pasar dunia. Selain itu, kita juga harus dapat mengantisipasi dan mensiasati segenap isu perdagangan internasional, termasuk: isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 9002), isu propertyright, isu hak asasi manusia (HAM), dan isu ketenagakerjaan.
Persyaratan kedua, adalah masyarakat pesisir sebagai pengguna RISTEK kelautan hendaknya diberikan keleluasaan akses untuk memanfaatkan RISTEK tersebut. Selama ini, masyarakat pesisir masih memiliki kelemahan terhadap (a) proses perencanaan dan pengambilan keputusan; (b) akses terhadap pemanfaatan sumberdaya kelautan; (c) akses terhadap penguasaan dan pemanfaatan RISTEK serta pengelolaan sumberdaya, (d) akses distribusi dan pemasaran produksi; dan (e) akses data dan sistem informasi kelautan.
Pengembangan RISTEK kelautan dalam bidang perikanan (perikanan tangkap dan budidaya) seyogyanya dilakukan pada seluruh mata rantai (sub sistem atau komponen) sistem usaha atau agribisnis perikanan (Gambar 1). Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, bahwa sistem usaha perikanan terdiri dari empat sub-sistem utama: (1) sumberdaya ikan dan habitatnya, (2) produksi baik melalui penangkapan maupun budidaya ikan, (3) pengolahan, (4) pemasaran dan konsumen; dan empat sub-sistem pendukung yaitu: (1) keuangan, (2) sarana dan prasarana, (3) SDM dan IPTEK, (4) hukum dan kelembagaan, yang saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan perikanan sesuai cita-cita di atas hanya dapat diwujudkan melalui perencanaan dan pelaksanaan pembangunan usaha perikanan secara holistik dan terpadu menurut pendekatan sistem agribisnis. Berdasarkan pada sistem usaha perikanan dan tujuan pembangunan perikanan nasional maka pengembangan RISTEK Kelautan khususnya dalam bidang perikanan seperti pada Lampiran 1.
No comments:
Post a Comment
Masukan beripa kritik dan Saran ke arah yang membagun